Kami telah menganalisa lebih dari 20,000 influencer di LEMON dalam platform marketing lainnya seperti Instagram, TikTok, dan Twitter untuk melihat beberapa variasi engagement tergantung dari jumlah followers. Kami telah mencapai kesimpulan bahwa influencer dengan jumlah followers yang tinggi memiliki engagement rate yang lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki sedikit followers.
Berikut adalah penjelasan mengapa hal tersebut bisa terjadi:
Konten Autentik. Karena micro-influencer biasanya tidak memiliki anggaran, sumber daya, dan koneksi yang dimiliki macro-influencer, mereka perlu mengembangkan koneksi nyata dengan followers mereka agar tetap relevan.
Fokus Terhadap Komunitas & Koneksi. Bagian lain dari menjadi sosok micro-influencer adalah meluangkan waktu setiap hari untuk menjawab pesan, membalas komentar secara langsung. Keberhasilan micro-influencer dibangun di atas komunitas dan koneksi, bukan murni dari ketenaran yang besar.
Keinginan untuk Berkembang. Micro-influencer ingin membangun ikatan terhadap pengikut mereka. Karena itu, mereka cenderung berusaha lebih keras dalam melakukan aktivitas kampanye, yang berarti konten beserta insight yang dihasilkan menjadi lebih baik untuk sebuah brand.
Potensi ROI yang lebih tinggi. Biaya micro-influencer jauh lebih murah karena mereka memiliki pengikut yang lebih kecil. Karena itu, Anda cenderung untuk mendapatkan ROI relatif lebih baik sesuai dengan kebutuhan brand. Micro-influencer mendapatkan rata-rata 47% lebih banyak keterlibatan di pos mereka dibandingkan dengan macro-influencer. Hal ini menempatkan posisi sebuah brand menjadi lebih menarik bagi audiens atau calon customer.
Ini adalah bukti dari Instagram, dimana nano-influencers dengan followers kurang dari 1,000 followers memiliki 7x lebih tinggi engagement rate dibandingkan dengan mega-influencer yang memiliki 100,000 followers (7.2% VS 1.1%). Pola ini menggambarkan bahwa setiap level followers memiliki level ekstrem.
Follower rate setiap platform mungkin berbeda, namun polanya akan tetap sama. Twitter memiliki level yang lebih rendah dalam hal engagement, orang dapat membuat banyak tweet dan tidak ada yang merespon. Namun, Influencer Twitter yang memiliki followers kurang dari 1,000 followers memiliki 1.4% engagement, sementara influencer yang memiliki followers 100,000 memiliki 0.3% dari engagement rate.
Baca juga: Cara Menjalankan Campaign Influencer Marketing dengan LEMON
TikTok memiliki level engagement rate yang lebih tinggi terlepas dari jumlah followers mereka, namun, pola nya tetap sama. Nano Influencer di TikTok memiliki 9.38% engagement, dan selebriti yang ada di TikTok memiliki 5.32% engagement rate dan tren ini jelas terlihat dalam level followers mereka.
Melalui TikTok, audiens dapat terlibat secara aktif dengan aktivitas campaign, sehingga mendorong mereka untuk menciptakan konten campaign versi mereka sendiri (user generated content). Untuk brand atau bisnis tentunya akan memperoleh dampak positif dari campaign mereka terhadap performa marketing yang dilakukan.
Kemampuan TikTok dalam menjangkau konten terhadap berbagai audiens, memungkinkan brand yang terlibat dengan influencer marketing dapat mencapai potensi yang belum pernah mereka jangkau sebelumnya. Di saat yang sama, masih terdapat brand yang terus berusaha menemukan cara baru untuk menjangkau pengguna. Sedangkan beberapa brand telah menggunakan influencer marketing, untuk mencapai keberhasilan maksimal melalui konten short video yang kreatif.
TikTok berbeda dari sebagian besar media pemasaran tradisional, karena follower dan engagement tidak terkait secara inheren. FYP hampir seluruhnya digerakkan oleh algoritma, yang berarti bahwa dari brand kecil juga dapat menjangkau audiens yang besar. Dengan influencer marketing, kemungkinan untuk meningkatkan insight dapat lebih tinggi. Bukan hal yang aneh untuk melihat sebuah brand di TikTok menampilkan ribuan like di sebagian besar pos mereka, sedangkan di samping beberapa pos dengan ratusan ribu. Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tidak lagi menjadi sebuah parameter kesuksesan suatu campaign.
Berdasarkan tabel grafis dari CreatorIQ di atas, maka terlihat jelas bahwa mega-influencer terlebih Twiter, memiliki engagement 0.008% dan Facebook 0.01 Engagement). Bahkan nano-influencer harus berjuang untuk bisa tetap relevan dalam platform ini (0.17% Twitter dan 0.42% Facebook). Inilah alasan mengapa Brand lebih banyak menggunakan Instagram dan TikTok untuk influencer Marketing mereka.
Penasaran dengan influencer platform mana yang cocok untuk brand Anda? Kontak Client Support kami dengan klik pada banner di bawah.
Photo by Aaron Weiss on Unsplash